BALIHO PUAN: BRANDING DI TENGAH PANDEMI?
- Lingkar Mahasiswa Kebumen
- Aug 30, 2021
- 5 min read
Oleh:
Yusuf Nurrohman , May Latifah, Nurfaidatun Niswatul Fitriah

Belakangan ini kemunculan baliho bergambarkan Puan Maharani sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Kemunculan baliho bergambar Puan Maharani dan diikuti dengan tulisan ‘kepak sayap kebhinekaan’ menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa kalangan menganggap pemasangan baliho ini sebuah hal wajar mengingat Puan adalah Ketua DPR RI. “Ini kan dalam rangka Mbak Puan sebagai Ketua DPR, kalau kampanye untuk beliau jadi presiden kan salah makan obat, hak itu ada di ketua umum,”1 kata Ketua Umum Fraksi PDI Perjuangan, Utut Adianto. Namun, ada juga pihak yang mengkritik pemasangan baliho ini. "Karenanya baliho itu pasti terkait urusan kepentingan politik pribadi atau partai asal Puan. Ini bukan soal Puan sebagai wakil rakyat yang peduli dengan rakyatnya. Baliho ini hampir pasti untuk tujuan politik dan khususnya kepentingan Pemilu 2024,"2 kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus.
Akan tetapi, pemasangan baliho ini tidak dapat terlepas dari isu pemilu 2024 di mana nama Puan Maharani digadang-gadang menjadi calon kuat dari PDI Perjuangan. Isu kuat pencalonan Puan Maharani dalam pemilu 2024 tidak bisa dipisahkan dari kenyataan bahwa Puan merupakan anak Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati. Hal serupa dijelaskan oleh Avolio dan Gardner (2005) bahwa hubungan emosional pemimpin dan pengikut mampu memenangkan individu tertentu meskipun hubungan emosional antara Puan dan Megawati lebih spesifik hubungan emosional ibu dan anak. Tentunya pemasangan baliho ini menjadi salah satu instrumen penting dalam meningkatkan popularitas Puan untuk maju di Pilpres 2024. Strategi kampanye lewat pemasangan baliho yang identik dengan pemasangan foto calon dalam ukuran besar diikuti dengan slogan bernada patriotis, jargonis, dan idealis memang merupakan hal yang kerap dilakukan karena cukup menjanjikan untuk meningkatkan popularitas calon kandidat pemilu.
Meskipun demikian, pemasangan baliho bergambarkan Puan yang diikuti kalimat ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’ ini terdengar sangat patriotis, nyatanya kritik yang datang tidak hanya tentang isu pemilu 2024. Pemasangan baliho yang dirasa salah waktu karena bertepatan dengan masa pandemi kembali menuai banyak kritik karena dinilai tidak etis. Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai bahwa pemasangan baliho sebagai alat kampanye ini salah waktu bahkan dinilai tidak etis karena berada di masa pandemi.3 Pemasangan baliho ini dirasa mengabaikan empati dan simpati terhadap masyarakat yang tengah berjuang mempertahankan hidupnya di masa seperti ini di mana politik bukan merupakan hal penting untuk dibahas di tengah keterbatasan masyarakat.
Kondisi masyarakat ini semakin diperparah dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlaku sejak 3 Juli 2021. Pembatasan waktu untuk membuka usaha yang tidak jarang memaksa pedagang untuk gulung tikar sampai pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran sangat membuat masyarakat menderita. Dengan demikian, pemasangan baliho bukanlah pilihan yang bijak. Kemudian, jika kita lihat anggaran pemasangan baliho yang bisa mencapai 180 juta bahkan 200 juta pertahun ini dapat dimanfaatkan lebih bijaksana oleh para politikus maka mereka dapat terhindar dari banyaknya kesan buruk dan berbagai kritik yang datang. Bayangkan jika anggaran 200 juta tersebut diganti dengan bantuan kemanusiaan atau pembagian sembako maka para politikus telah menyelamatkan banyak nyawa di masa pandemi ini dan belum lagi pujian yang akan mereka terima.
Di tengah pandemi seperti saat ini, sudah seharusnya para politikus yang duduk di kursi kekuasaan ikut menjadi bagian dari masyarakat minimal dengan ikut memberikan rasa simpati dan empatinya. Namun, kenyataanya mereka malah semakin jatuh ke dalam jurang krisis kepemimpinan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk kepentingan pribadi, mengabaikan dan memisahkan diri dari masyarakat yang jelas telah memberikan elektabilitas kepada mereka. Oleh karena itu, bukan hal yang tidak mungkin apabila mereka mendapatkan distrust dari masyarakat yang telah memilih mereka. Pemberian distrust ini karena masyarakat mampu menilai pemimpin mana yang bertindak dengan tulus dan mana yang masih terkungkung oleh friksi politik (Hadna, 2020). Dengan demikian, apakah pemasangan baliho demi mengejar popularitas di tengah pandemi merupakan hal etis untuk dilakukan para politikus? Bukankah pemasangan baliho di tengah pandemi malah mencerminkan bagaimana gagalnya para politikus yang duduk di kursi kekuasan dalam memilih prioritasnya? Dan bukankah seharusnya Puan ikut berpartisipasi dalam penanganan pandemi dengan memanfaatkan kekuasaannya sebagai ketua DPR RI?
Namun, malangnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pemasangan baliho yang sudah mendapatkan banyak kritik dari berbagai kalangan mulai terkait isu pemilu 2024 sampai perbuatannya yang dianggap minim etika ini ternyata tidak memberikan banyak perubahan terhadap elektabilitas dan popularitasnya dalam pemilu 2024. Pada bulan Mei, saat pemasangan belum dilakukan, menurut survei yang dilakukan oleh New Indonesia Research and Consulting, Puan mendapat elektabilitas sebanyak 1,1 persen. Sedangkan pada bulan Agustus, di saat pemasangan baliho telah marak dilakukan peningkatan elektabilitas Puan hanya naik 0,4 persen atau menjadi 1,4 persen. Artinya, pemasangan baliho yang gencar dilakukan belum dapat mendongkrak popularitas Puan di kalangan masyarakat. Bahkan angka ini masih jauh tertinggal dari perolehan angka Ganjar yang samasama berasal dari PDI Perjuangan. Pada bulan Agustus, menurut perhitungan survei yang sama Ganjar berhasil mendapatkan elektabilitas untuk pemilu 2024 dengan perolehan angka 20,5 persen.
Namun, meski Ganjar memperoleh angka yang jauh di atas Puan, Puan tetaplah putri mahkota yang dipersiapkan untuk mewarisi kerajaan. Segala keputusan tentang pengangkatan calon pada pemilu 2024 dari PDI perjuangan merupakan otoritas dari Megawati selaku ketua partai. Menurut DPP PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, ketua partai belum memberikan instruksi untuk mencalonkan Ganjar di pemilu 2024. Namun, apabila dilihat partai telah mempersiapkan Puan untuk pemilu 2024 salah satunya dengan pemasangan baliho ini.
Berdasarkan hasil pembahasan yang diuraikan memberikan gambaran bahwa rakyat semakin cerdas dan melek dengan keadaan politik di tengah pandemi ini sehingga kasus baliho ini mendapatkan respon kritis dari masyarakat. Masyarakat juga sadar bahwa pemasangan baliho ini tidak lain adalah sebuah “branding” yang hanya digunakan untuk kepentingan politik dengan cara yang terbilang lama dan jadul. Masyarakat merasa sadar dan miris melihat tindakan yang dilakukan oleh Puan di saat masyarakat Indonesia sedang berada dalam masa sulit akibat pandemi. Terlebih kesulitan yang dirasakan oleh masyarakat ini diperparah dengan kebijakan PPKM yang masih terus diperpanjang. Alih-alih memilih membantu masyarakat terdampak pandemi mereka lebih menggunakan anggaran baliho yang besar untuk memasang baliho dan seakan tidak acuh terhadap kondisi masyarakat. Peran Puan sebagai wakil rakyat seharusnya melek betul dengan permasalahan rakyat apalagi di situasi sekarang. Sangat tidak etis jika baliho lebih diutamakan padahal banyak rakyat yang masih membutuhkan bantuan dari para mereka yang duduk di kursi kekuasaan.
Daftar Pustaka:
Akmaliyah, M. (2013) “Proyeksi Kepemimpinan Menghadapi Pandemi COVID-19,” Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.
Faqih, F., 2021. Survei New Indonesia: AHY Berkibar, Puan dan Airlangga Tertinggal | merdeka.com. [online] merdeka.com. Available at: [Accessed 27 August 2021
Lowndes, V. et al. (2018) “Political Analysis 4th Edition,” pp. 125–141.
Nafian, M., 2021. Analisis Peluang Ganjar vs Puan di Pilpres 2024. [online] detiknews. Available at: [Accessed 27 August 2021].
Persada, S., 2021. PDIP Cerita Ide Awal Pemasangan Baliho Puan Maharani. [online] Tempo. Available at: [Accessed 27 August 2021].
Yulandari, R. and Abidin, Z., 2021. Pengaruh Iklan Politik Baliho Sebagai Bagian Dari Strategi Kampanye T. Irwan Djohan Pada Pemilu Legislatif di Kota Banda Aceh Tahun 2014. [online] Jim.unsyiah.ac.id. Available at: [Accessed 27 August 2021].
Комментарии